Rabu, 18 Juni 2014

HAKI (HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL) di INDONESIA

Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atau di dalam bahasa inggrisnya disebut dengan istilah Intellectual property (IP) di dalam pengertian aslinya adalah IP refers to creations pf the mind, such as inventions; literary and artistic works;designs;and symbols, names and images used in commerce". atau di dalam terjemahan bahasa Indonesianya disebut dengan hasil kreasi dari pemikiran yang berupa penemuan baru, karya sastra dan karya-karya seni, simbol, nama, dan gambar yang digunakan dalam perdagangan (Risa Amrikasari, S.S.,M.H). Di dalam perkembangannya, HAKI berfungsi untuk mengatur individu yang mempunyai karya sehingga karyanya dihargai dan tidak mudah dijiplak olah orang lain.

Di dalam TRIPS pasal 1.2, dijelaskan bahwa HAKI yang diatur adalah:
  1. Hak Cipta dan Hak Terkait;
  2. Merk;
  3. Indikasi Geografis;
  4. Desain Industri;
  5. Paten;
  6. Tata Letak Sirkuit Terpadu;
  7. Perlindungan Informasi Rahasia;
  8. Kontrol terhadap Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Dalam Perjanjian Lisensi.
Dalam bukunya Hukum Hak Cipta Indonesia-Analisis Teori dan Praktik Hak cipta dapat dibedakan dalam dua unsur yaitu Unsur Yuridis dan Unsur Eknomis.
1. Aspek Yuridis
Secara yuridis penggunaan istilah kekayaan selalu dikaitkan dengan kepemilikan hak atas benda bergerak (moveable goods), benda tidak bergerak (immoveable goods), benda berwujud (tangible goods), ataupun yang tidak berwujud (intangible goods). Dari segi sifat dan bentuknya, HAKI digolongkan sebagai benda bergerak tak berwujud (intagible goods).
2. Aspek Ekonomis
Secara ekonomis, hak eksklusif yang terkandung dalam HAKI berfungsi untuk melegalkan pemiliknya memonopoli penggunaanya atau untuk menikmati hasil yang diberikan oleh HAKI. Hak eksklusif juga berfungsi berfungsi sebagai pengatur bagi pemiliknya untuk melarang orang lain yang secara tanpa hak menggunakan untuk memperoleh manfaat eknomis dari kekayaan intelektual tersebut, mengontrol kualitas mutu barang menjaga agar isi suatu ciptaan tidak diubah sembarangan.
Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa unsur ekonomis menjadi salah satu bagian penting di dalam aspek yuridis HAKI. Bagaimanapun juga HAKI yang didaftarkan sehingga kelak akan mendapatkan royalti ketika pihak lain ingin menggunakannya harus individu baik perusahaan ataupun perseorangan.
Dalam perkembangan di Indonesia, HAKI tidak terlalu terkenal karena masyarakat Indonesia yang sifatnya komunal dan lebih sering berbagi semua hal yang menjadi penemuan karena adanya semboyan gotong royong. Dengan demikian tidak heran di Indonesia masih banyak kasu-kasus pelanggaran HAKI seperti pembajakan, plagiarisme ,dsb. 
Hal yang  perlu menjadi catatan adalah HAKI berasal dari negara-negara barat (e.g. Inggris, USA, dll) sehingga penerapan HAKI sangat cocok digunakan di negara tersebut karena sifat individualisme di negara-negara tersebut sangat tinggi. Sementara Indonesia hanya meratifikasi mengenai peraturan yang dikeluarakan oleh Lembaga Perdagangan Dunia melalui PBB (WTO) sehingga Indonesia mau tidak mau harus menggunakan peraturan tersebut di dalam negeri.
Penerapan peraturan mengani HAKI di Indonesia disinyalir para pakar hukum sebagai transplantasi hukum karena secara filosofis peraturan tersebut tidak cocok di Indonesia. Akan tetapi, para peneliti dan pengusaha menyambut baik adanya aturan mengenai HAKI di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berlaku efektif sejak tanggal 29 Juli Tahun 2003. Lahirnya UU tersebut menimbulkan pro dan kontra sampai dengan sekarang. Akan tetapi positifnya adalah dengan adanya pengaturan mengenai HAKI di Indonesia, maka Indonesia bisa menekan tingginya aksi kriminalisme melalui pembajakan, plagiarisme, dsb yang sangat banyak merugikan negara.
Sekali lagi yang harus diperhatikan di dalam aturan HAKI ini adalah faktor ekonomis yang tinggi sehingga menjadi sebuah kepentingan yang mendesak untuk diterapkan di Indonesia. (begu07)

0 komentar:

Posting Komentar