Senin, 30 Maret 2015

Cyber Notary: Sebuah Prespektif Hukum Baru di Indonesia

Pada tulisan ini, saya akan membahas tentang konatariaan yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan informasi sehingga memberikan prespektif yang baru bagi perkembangan hukum di Indonesia.
Pada intinya, perkembangan teknologi dan informasi (TI) merupakan fenomena global yang sudah menjamur di kehidupan masyarakat. Hasil-hasil temuan dari dunia memberikan efek langsung dan tidak langsung bagi kehidupan manusia. Efek langsung yang bisa dirasakan adalah proses pekerjaan manusia akan lebih cepat dan praktis sehingga bisa memangkas jarak dan waktu dari sebuah proses pekerjaan. Efek tidak langsung memberikan pengaruh yang pelan-pelan akan tetapi berdampak besar dalam mengubah pola perilaku, cara pandang, cara berpikir dan bahkan budaya manusia. Efek tersebut menjalar kesemua bidang kehidupan manusia mulai dari sistem politik, budaya, tatanan sosial, eknomi, hukum dan sosial masyarakat. 
Dalam segi hukum perkembangan TI direspon cepat oleh para aparatur hukum dengan menyesuaikan penggunaan TI yang sesuai dengan norma hukum yang biasanya berlaku di dalam tatanan masyarakt dalam sebuah negara. Hal ini bisa sedikit menggambarkan bahwa hukum memberikan batasan bagi TI yang dimanfaatkan manusia sehingga bisa berdaya guna, cipta dan karsa. Bagaimanaun juga subjek hukumnya tetapkah manusia karena TI hanyalah sebagai objek hukum sehingga perilaku pengguna subjek hukum menjadi prioritas pengaturan dalam sistem hukum yang dipengaruhi oleh perkembangan TI.
Sistem hukum yang mengatur objek hukum TI biasanya disebut dengan cyber law. Cyber law sendiri juka merupakan sebuah ungkapan para ahli untuk menggambarkan bagaimana dunia TI (bagian dari dunia cyber) diatur dalam sebuah tatanan sistem hukum yang berlaku pada sebuah negara. Dari beberapa referensi yang saya baca, bahwa cyber law secara umum menggambarkan hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan Internet (Budi Raharjo). Cyber law selalu berasosiasi dengan dunia maya sehingga selalu dibubungkan dengan dunia internet, padahal ketika berbicara mengenai internet kita akan membicarakan masalah dunia maya yang berhubungan dengan dunia laur melalui jalur khusus (line) sehingga disebut dengan online sementara dalam hal dunia nyata penggunaan perangkat TI tanpa online juga banyak dipergunakan misalnya menggunakan perangkat kamera untuk merekam kegiatan asusila dan membagikannya menggunakan media storage. Hal ini mungkin terjadi karena Indonesia masih sangat awam dengan dunia hukum siber (cyber law). Sama halnya dengan notaris yang membuat akta notaris yang palu menggunakan sebuah alat pemalu akta.
Menyinggung mengenai notaris,hal pokok yang akan dibahas dalam tulisan kali ini adalah mengenai notaris dan pengaruh TI di dalam dunia kenotariaan. Sejalan dengan istilah cyberlaw , maka dunia kenotariaan juga mempunyai istilah yang hampir sama dengan istilah diatas yang disebut dengan istilah cyber notary.

Di Indonesia Jabatan Notaris diatur di dalam Undang-Unadang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Di dalam pasal 1 poin 1 dikatakan bahwa Jabatan Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Undang-Undang lainya merupakan Undang-Undang yang bersifat generalis seperti KUHAP dan KUH Per. Selama ini penggunaan akta notaris merupakan kekuatan seorang notaris kepada para kliennya. Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Akta ini harus otentik yang berarti bahwa akta tersebut harus bener-bener asli sehingga apabila ada sengketa hukum (despute) yang terjadi maka akta tersebut akan mempunya pengaruh besar dalam menetukan hasil persidangan karena akta merupakan alat bukti yang kuat.
Dari penjelesan diatas dapat dilihat bahwa tanpa adanya akta maka kekuatan notaris sama seklai tidak mempunyai dampak terhadap setiap permsalahan yang timbul ketika harus menglibatkan notaris dalam setiap perjanjian.  Dalam dunia kontariaan, akta yang dibuat selama ini merupakan akta manual dimana untuk pembuktiannya cukup dengan melihat kepala telanjang dilengkapai dengan bukti dokumentasi sehingga benar-benar akta tersbut adalah otentik. Akta merupakan produk dari sistem hukum yang harus tetap dijaga keotentikannya sesuai dengan perintah UU 2/2014 tentang Jabatan Notaris. Berdasarkan perkembangan TI yang sudah dijelaskan diatas dapat dilihat bahwa kedepan perilaku manusia akan semakin berubah, semua yang sifatnya manual pelan-pelan (efek tidak langsung) sudah mulai ditinggalkan dan diganti dengan benda yang bersifat digital. Demikian halnya dengan akta notaris, kedepan tuntuan akan adanya akta yang bersifat digital akan semakin tinggi karena pola pikir dan budaya yang sudah bergeser dari manual ke otomatis. Pada pasal 15 ayat (1), dikatakan bahwa Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Nantinya akta otentika akan terdiri dari dua bagian besar yaitu akta otentik yang sifanya fisik (manual) dan sifatnya non-fisik (digital).
Tantangan yang dihadapi oleh pejabata notaris dalam pebuatan ata digital akan semakin kompleks jika dibandungkan dengan pembuatan akta otentik biasa. Dalam pembuatan akta yang bersifat digital akan dibutuhkan keahlian khusus dan analisa yang besar terhdapa akta yang dikeluarkan sehingga tidak akan menipu klien maupun notaris dalam menjalankan kerjasama. Mengenai masalah teknis akan dibahas pada tulisan selanjutnya.

0 komentar:

Posting Komentar