Dalam mata kuliah Hukum Kontrak Dagang Internasional, saya diajarkan oleh pak Dr. Agus Broto Susilo, MA.,SH. Beliau sangat kritis dalam setiap pelajaran dan selalu memberikan pengetahuan yang baru setiap kali bertatap muka di kelas. Wawasan beliau sangat luas dibidang hukum dan pertahanan, maka tidak heran beliau sekarang menjadi staf ahli di Kementerian Pertahanan. Mengawali pembelajaran beliau menanyakan mengenai tugas terstruktur I yang telah beliau suruh pada pertemuan sebelumnya. Adapun tugas tersebut adalah bagaimanan posisi hukum kontrak dagang internasional dalam hukum perdata internasional dan apa perbedaan negara sebagai entitas privat dan entitas publik dalam sistem hukum internasional. Kami sudah memberikan jawaban masing-masing yang dikumpulkan oleh beliau. Saya merasakan bahwa jabawan saya masih kurang yakin sehingga saya dengan agak berani menanyakan kepada beliau jawaban sesungguhnya.
Beliau mulai menjawab dari perbedaan antara entitas negara sebagai privat dan publik di dalam hukum perdata internasional. Syarat sebuah negara adalah mempunyai masyarakat, berdaulat, wilayah dan diakui oleh internasional. Nah, negara sebagai subjek hukum publim ketika posisi negara membicarakan mengenai kewilayahannya, akan tetapi selain membicarakan kewilayahan, maka negara akan menjadi subjek hukum privat. Misalnya, ketika Indonesia membicarakan mengenai bata-batas teritorial dengan Malaysia, maka Indonesia menjadi entitas hukum publik, sebaliknya ketika Indonesia membicarakan atau membuat kontrak dengan Malaysia mengenai pengelolaan CPO, maka Indonesia menjadi entitas privat. Kemudian beliau menjelaskan lagi, karena kontrak dagang Internasional merupakan sebua sistem hukum privat (diluar kewilayahan) maka posisi hukum kontrak dagang internasional di dalam hukum perdata internasional adalah sebagai hukum privat.
Mendengar jawaban beliau saya merasa puas karena sejalan dengan jawaban yang sudah saya kumpulkan sebelumnya.
Sebelum materi perkuliahan dilanjutkan, saya dengan iseng bertanya kepada beliau. pertanyaan saya kira-kira seperti ini: "Ijin pak, menanggapi mengenai kontrak dagang internasional ini, saya ingin bertanya, kalau memang dalam sistem hukum perdata internasional kontrak dagang internasiona merupakan privat, dan negara bisa bertindak sebagi entitas privat dalam perdangan internasional, kenapa para instansi di negara kita ini sangat senang melakukan pengadaan baik barang dan jasa menggunakan pihak ketiga?. Mendengar pertanyaan saya itu, beliau langsung tersenyum karena beliau memang sangat aktif menyusun klausul kontrak di Kementerian pertahanan dalam hal pembelian Alutsista dari luar negeri. Beliau menjawab bahwa negara kita ini sangat suka dengan makelar tidak tau kenapa, mungkin karena makelar itu bisa mendatangkan pundi-pundi rupiah bagi mereka yang berhasil melakukan kerjasama. Tidak bisa dipungkiri ketika menggunakan pihak ketiga (G2B2G) dimana bussiness menjadi perantara antara 2 negara yang berbeda untuk melakukan kontrak maka tidak mungkin tidak ada yang bisa dihasilkan pundi2 rupiah dari kegiatan tersebut. Makanya dalam hal pengadaan alutsista, saya sangat mendukung adanya peraturan pelaksanaa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, karena di dalam UU tersebut secara gamblang dikatakan bahwa pengadaan alutsista harus melalui mekanisme G2G.
Saya lumayan senang mendengar hal tersebut, karena memang pembelian alutsista menggunakan makelar akan sangat merugikan negara karena kerawanan markup anggaran yang cukup besar.